Manfaat dan Hikmah Membaca Al-Quran
Manfaat dan Hikmah Membaca Al-Quran
“Al-Quran adalah kitabullah yang berisi sejarah umat sebelum kamu,
berita umat sesudahmu, kitab yang memutuskan urusan-urusan diantara kamu, yang
nilainya bersifat pasti dan absolut. Siapa saja orang durhaka yang
meninggalkannya, pasti Allah Swt. akan memusuhinya. Siapa yang mencari petunjuk
selain Al-Quran, pasti akan tersesat. Al-Quran adalah tali Allah Swt. yang sangat
kua, peringatan yang bijaksana, dan jalan yang sangat lurus” (HR Tirmizdi).
Al-Quran memiliki banyak
urgensi. Ia tak hanya bernilai normatif-teologis, tetapi juga historis.
Al-Quran tidak hanya menyentuh persoalan kitabiyah(firman
yang berisi hukum-hukum syariat) tetapi juga kauniyah atau kosmologis. Ia tidak hanya berbicara tentang manusia
yang berada di bumi, tetapi Allah Swt. tegaskan bahwa semua mahkluk ada dalam
genggaman dan kekuasaan-Nya. Bagi mereka yang beriman dan beramal saleh disediakan
surga dan kebahagiaan didunia. Tetapi yang menyangkal dan durhaka, akan
mendapatkan hukuman yang bersifat metafisikal-eksatologis di akhirat.
Berbeda dengan bacaan yang
ada dimuka bumi, membaca Al-Quran dinilai ibadah. Tak hanya benilai ibadah,
tetapi bagi yang membaca Al-Quran keadaan mereka dilukiskan Nabi Saw., “Rumah yang didalamnya dibacakan Al-Quran
akan terlihat penduduk langit sebagaimana penduduk bumi melihat gemerlap
bintang-gemintang dilangit,” (HR Baihaqi). Sedangkan bagi yang malas
membaca Al-Quran Nabi Saw. memperingatkan, “Sungguh,
orang yang didalam hatinya tidak terdapat sesuatu pun dari Al-Quran, bagaikan
rumah yang sepi (menyeramkan),” (HR Turmudzi).
Pesan Rasulullah Saw. di
muka tulisan ini juga secara jelas menyatakan bahwa orang yang senantiasa
membaca Al-Quran akan dapat mengambil
pelajaran dari umat masa lalu. Kisah umat masa lalu yang membawa kebaikan,
menyembah Allah Swt., dan terus-menerus mensyukuri nikmat-Nya menjadi pedoman. Mereka
juga akan paham bahwa mengingkari nikmat Allah Swt. adalah kedurhakaan yang
bisa meluluh-lantakkan peradaban. Hal ini pernah terjadi pada kaum ‘Ad, Tsamud,
dan orang-orang Madyan yang semuanya dikisahkan Al-Quran.
Al-Quran menegaskan, “Kisahkan kisah-kisah itu agar merreka
berfikir, “ (QS Al-A’raf[7]: 176). “Dan
sungguh, dalam kisah-kisah mereka ada tamsil bagi mereka yang berpikiran
mendalam,” (QS Yusuf [12]: 11). Dalam ayat lain Allah Swt. menegaskan bahwa
Al-Quran adalah, “sebaik-baiknya kisah,” (QS
Yusuf [12]:11) dan mengandung “kisah-kisah
kebenaran,” (QS Ali Imran [3]:62).
Al-Quran turun pada bulan
Ramadan, tepatnya malam Lailatul Qadar,
atau pada suatu malam yang diberkahi. Allah Swt. berfirman, “Bulan Ramadan, bulan yang didalamnya diturunkan
Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dengan yang batil,” (QS Al-Baqarah
[2]: 185). “Sungguh, Kami menurunkan nya
(Al-Quran) pada malam Lailatul Qadar,” (QS Al-Qadar [97]: 1). “Sungguh, Kami menurunkan nya (Al-Quran) pada
suatu malam yang diberkahi,” (QS Qd-Dukhan [44]: 3).
Dalam konteks reformasi
kekuasaan, Nabi Saw. menyatakan hal-hal pokok sesuai petunjuk Al-Quran.
Peratama, Al-Quran menyatakan bahwa kekuasaan adalah amanah, “Sungguh, Allah Swt. memerintahkanmu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan memerintahkanmu apabila
menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh,
Allah Swt. memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu...,” (QS An-Nisa’
[4]: 5).
Kedua, ketika keputusan
yang menyangkut kepentingan orang banyak pada masa pra-Islam ada ditanga yang
terkuat dan paling berkuasa, Nabi Saw. secara simpatik memperkenalkan asas
musyawarah-mufakat kepada masyarakat Arab. Mereka merasa terlindungi, memiliki
ha suara dan berbicara, dan serta-merta bersedia ingin mengikuti semua tuntunan
Allah Swt. dan Rasul-Nya, yakni dengan menyatakan diri memeluk Islam. Inilah pesan
Allah Swt. untuk hidup bermusyawarah, “...dan
bermusyawaralah engkau ya Muhammad dengan mereka dalam urusan kemasyarakatan,” (QS
Ali Imran[3]: 159).
Ketiga, aspek keadilan
pada masa pra-Islam hanya sekadar istilah yang tidak pernah menemukan
realitasnya. Al-Quran menyeru masyarakat Arab yang telah beriman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang yang benar-benar menjadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia
kaya maupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar-balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sungguh, Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS An-Nisa’[4]: 135).
Keempat, tentang prinsip
persamaan, “Wahai manusia sungguh, Kami
menciptakanmu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikanmu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (QS
Al-Hujurat [49]: 13).
Kelima, prinsip mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Allah tegaskan, “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-anak Adam. Kami tebarkan mereka
didarat dan dilaut, serta kami anugerahi mereka rezeki yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna dari kebanyakan mahkkluk yang
telah Kami ciptakan,” (QS Al-Isra’[17]: 70). Keenam prinsip perdamaian, “Berperanglah demi Allah melawan orang-orang
yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu memulai permusuhan. Sungguh, Allah
tidak suka orang-orang yang memulai permusuhan,” (QS Al-Baqarah [2]: 190).
Referensi : M.Abd.Syukur, M.Muslih Aziz, M.Syamsul Yakin (2007), 7 Sunnah Harian Nabi Saw. Menjadikan Hidup Lebih Bermakna dengan Amalan Sederhana, PT Mizan Publika, Jakarta Selatan.
Referensi : M.Abd.Syukur, M.Muslih Aziz, M.Syamsul Yakin (2007), 7 Sunnah Harian Nabi Saw. Menjadikan Hidup Lebih Bermakna dengan Amalan Sederhana, PT Mizan Publika, Jakarta Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar